Taman
Nasional Aketajawe-Lolobata adalah taman nasional yang terletak di Halmahera,
Maluku Utara, Indonesia. Taman ini dianggap penting bagi keselamatan 23 spesies
burung endemik oleh BirdLife International. Kawasan Kketajawe-Lolobata, yang
merupakan wilayah seluas 167.300 hektare, dinyatakan sebagai taman nasional
pada tahun 2004, sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
397/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004.
Taman
nasional ini memiliki luas 167.300ha yang berada di Kabupaten Halmahera Tengah,
Kota Tidore Kepulauan dan Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara, pada koordinat
128⁰12’37” – 129⁰40’49” BT dan 01⁰27’34” – 00⁰58’47” LS.
Taman
Nasional Aketajawe-Lolobata merupakan kawasan lindung yang mengkombinasikan dua
kawasan inti yang terpisah (Kelompok Hutan Lindung Aketajawe dan Kelompok Hutan
Lolobata) yang memiliki berbagai rangkaian habitat dan spesies dari unit
biogeografi kelompok Halmahera dalam satu unit pengelolaan.
Perlindungan
yang diharapkan dari kombinasi dua kawasan ini, yaitu:
Perlindungan
terhadap perwakilan keanekaragaman ekosistem dan rangkaian habitat yang lengkap
dari dataran rendah sampai pegunungan, yang mencakup perwakilan asli dari
seluruh jenis habitat darat yang penting di Pulau Halmahera .
Perlindungan
daerah resapan air yang penting bagi kawasan sekitarnya atau dibawahnya untuk
kebutuhan air masyarakat, pertanian, industri dan lainnya, dan kawasan ini
merupakan pilihan bagi masyarakat hutan Tugutil untuk dapat terus menjalankan
cara hidup tradisionalnya.
Sejarah Kawasan
Tahun
1981, Rencana Konservasi Nasional Indonesia mengusulkan penetapan empat kawasan
lindung di Halmahera , yaitu Aketajawe, Lolobata, Saketa dan Gunung Gamkonora.
Tahun
1993, Rencana Tindak Keanekaragaman Hayati Indonesia merekomendasikan penetapan
suatu sistem kawasan lindung terpadu yang mencakup seluruh habitat darat Salah
satu kawasan yang ditekankan adalah Lolobata yang luas seluruhnya mencapai
89.000 ha.
Tahun
1995, kawasan Aketajawe dan Lolobata serta hampir seluruh hutan-hutan yang ada
di dalamnya diusulkan menjadi taman nasional.
Tahun 1999
areal hutan di Provinsi Maluku seluas ± 7.264.707 hektar ditunjuk sebagai
kawasan hutan, diantaranya kawasan hutan lindung, hutan produksi terbatas dan
hutan produksi tetap di Kelompok Hutan Aketajawe dan Lolobata, Kabupaten
Halmahera Tengah, Kota Tidore Kepulauan dan Halmahera Timur.
Tahun
2004, sebagian kawasan hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan
produksi tetap pada Kelompok Hutan Lindung Aketajawe, seluas ± 77.100 hektar di
Kabupaten Halmahera Tengah dan Kota Tidore Kepulauan dan Kelompok Hutan
Lolobata seluas ± 90.200 hektar terdiri dari hutan lindung seluas ± 76.475
hektar, hutan produksi terbatas seluas ± 7.650 hektar dan hutan produksi tetap
seluas ± 6.075 hektar di Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara (total luas 167.300
ha) dirubah fungsinya menjadi Taman Nasional Aketajawe-Lolobata.
Geologi dan Tanah
Pulau
Halmahera yang merupakan pulau terbesar di Maluku Utara dan kemungkinan yang
terbesar di Propinsi Maluku. Pulau ini dibentuk oleh dua pulau yang
bertabarakan sekitar satu atau dua juta tahun lalu.
Tipe tanah
utama di Lolobata adalah tropopepts dan rendolls . Tipe Tropopepts merupakan
tanah yang bermasalah (berhubungan dengan pertanian) di batuan ultrabasa.
Sedangkan di Aketajawe tipe tanahnya didominasi oleh halplothox dan tropopept.
Bahan induk penyusunnya berupa aluvium atau hasil endapan, batuan gamping,
serta formasi batuan ultrabasa. Secara geologi tanah di Lolobata adalah yang
paling beragam.
Topografi
Sebagaimana
Pulau Halmahera, Kawasan taman nasional Aketajawe dan Lolobata memiliki
topografi datar, bergelombang, hingga bergunung, tetapi tidak ada satupun
gunung yang besar.
Iklim
Wilayah Maluku Utara dipengaruhi oleh iklim laut tropis dan iklim musim, oleh karena itu iklimnya sangat dipengaruhi lautan dan bervariasi antara tiap bagian wilayah, yaitu daerah iklim Halmahera Utara, daerah iklim Halmahera Tengah/Barat, daerah iklim Bacan, dan daerah iklim Kepulauan Sula.
Kawasan Aketajawe dan Lolobata berada pada wilayah iklim Halmahera Tengah/Barat dengan musim hujan pada bulan Oktober sampai dengan Maret dengan musim pancaroba pada bulan April, dan musim kemarau pada bulan April sampai dengan September yang diselingi angin Timur dan Pancaroba pada bulan September, curah hujannya antara 2000-2500 mm per tahun.
Wilayah Maluku Utara dipengaruhi oleh iklim laut tropis dan iklim musim, oleh karena itu iklimnya sangat dipengaruhi lautan dan bervariasi antara tiap bagian wilayah, yaitu daerah iklim Halmahera Utara, daerah iklim Halmahera Tengah/Barat, daerah iklim Bacan, dan daerah iklim Kepulauan Sula.
Kawasan Aketajawe dan Lolobata berada pada wilayah iklim Halmahera Tengah/Barat dengan musim hujan pada bulan Oktober sampai dengan Maret dengan musim pancaroba pada bulan April, dan musim kemarau pada bulan April sampai dengan September yang diselingi angin Timur dan Pancaroba pada bulan September, curah hujannya antara 2000-2500 mm per tahun.
Flora
Taman
Nasional Aketajawe-Lolobata memiliki tipe hutan hujan dataran re dah dan hutan
hujan pegunungan. Kawasan hutan tersebut memiliki potensi keanekaragaman hayati
yang tinggi antara lain berbagai jenis flora seperti damar (Agathis sp.),
bintangur (Calophyllum inophyllum), benuang (Octomeles sumatrana), kayu bugis (Koordersiodendron
pinnatum), matoa (Pometia pinnata), merbau (Intsia bijuga), kenari (Canarium
mehenbethene gaerta) dan nyatoh (Palaquium obtusifolium).
Tipe
vegetasi yang mendominasi Pulau Halmahera adalah hutan hujan, tetapi di
semenanjung Selatan lebih banyak terdapat hutan musim (hutan semi selalu
hijau). Walaupun keanekaragaman hayati di daerah ini belum banyak diketahui,
tetapi diketahui Maluku Bagian Utara ini memiliki 2 (dua) marga tumbuhan
berbunga endemik.
Fauna
Taman
Nasional Aketajawe-Lolobata memiliki beberapa spesies fauna, baik mamalia,
unggas, ampibhi dan reptile.
Mamalia yang
dimiliki, diantaranya 51 jenis mamalia di Maluku Utara (11 jenis endemik), 28
jenis terdapat di Halmahera (7 jenis endemik) dan 1 jenis adalah endemik
Halmahera, yaitu Kuskus (Phalanger sp). Jenis lainnya antara lain babi hutan (Sus
scrofa), dan rusa (Cervus timorensis).
Unggas
terdiri atas 243 jenis burung di Maluku utara (26 jenis endemik), 211 terdapat
di Halmahera (24 jenis endemik) dan 4 jenis adalah jenis endemik Halmahera. Keempat
jenis endemik tersebut di atas adalah mandar gendang (Habroptila walacii),
cekakak murung (Todiramphus diops), kepudang sungu Halmahera (Coracina parvula),
kepudang Halmahera (Oriolus phaeochromus),
Sedangkan
reptile meliputi 42 jenis reptil di Maluku utara (7 jenis endemik), 38 terdapat
di Halmahera (7 jenis endemik), antara lain katak mulut sempit (Callulops
dubia, Caphixalus montanus), biawak air (Hydrosaurus warneri), dan biawak
darat (Varanus sp.).
Untuk
ampibhi, terdapat di Maluku utara (2 jenis endemik), 6 terdapat di Halmahera (2
jenis endemik) dan 2 jenis adalah jenis endemik Halmahera. Jenis endemik
halmahera, lainnya meliputi belalang (2 jenis), capung (3 jenis), kupu-kupu
raja (1 jenis), dan moluska darat (20 jenis. Jenis-jenis tersebut, diantaranya
belalang (Cranaekukenthali spp) , kupu-kupu raja (Papilio heringi) , capung (Selysioneura
thalia, Synthemis spp) dan keong darat (Palaeohelicina zoae).
Obyek Menarik
Kawasan
konservasi ini memiliki lansekap yang luar biasa potensinya untuk menarik
wisatawan, seperti panorama alam, air terjun, atraksi kehidupan berbagai burung
di habitat aslinya, lokasi penelitian serta terdapat budaya tradisional
masyarakat Tugutil.
Budaya
masyarakat Tugutil merupakan daya tarik wisata yang potensial, disamping
pengetahuannya dalam pemanfaatan kekayaan tanaman obat.
Bagi para
petualang yang cinta keindahan alam, khususnya pecinta burung ini adalah
merupakan surga burung yang tidak ada bandinganya dimanapun. Ini adalah tempat
empat dari lima spesies burung endemik yang secara global hampir punah, serta
tempat jenis burung bernilai ekonomi cukup tinggi, yaitu bidadari Halmahera (Semioptera
wallacei) dan kakatua putih (Cacatua alba).
Akses Ke Lokasi
Lokasi
Lolobata : Dari Ternate menuju Sidangoli menggunakan speed boat (± 3/4; jam),
kemudian dilanjutkan dengan kendaraan roda empat (darat) menuju Daru (± 2 jam).
Dari Daru dilanjutkan dengan kapal laut menuju Poli/Subaim (±1.5 jam).
Lokasi
Aketajawe : Dari Ternate menuju Bastiong menggunakan speed boat (±1/2 jam),
kemudian dilanjutkan dengan kendaraan roda empat menuju Gita (±3 jam). Dari
Gita dilanjutkan dengan kendaraan roda empat menuju Sungai Akejira/Hijrah (±3
jam).
Referensi
http://www.id.wikipedia.com
No comments:
Post a Comment