Taman
Nasional Gunung Halimun - Salak (TNGHS) adalah salah satu taman nasional yang
terletak di Jawa bagian barat. Kawasan konservasi dengan luas 113.357 hektare
ini menjadi penting karena melindungi hutan hujan dataran rendah yang terluas
di daerah ini, dan sebagai wilayah tangkapan air bagi kabupaten-kabupaten di
sekelilingnya. Melingkup wilayah yang bergunung-gunung, dua puncaknya yang
tertinggi adalah Gunung Halimun (1.929 m) dan Gunung Salak (2.211 m).
Keanekaragaman hayati yang dikandungnya termasuk yang paling tinggi, dengan
keberadaan beberapa jenis fauna penting yang dilindungi di sini seperti elang
jawa, macan tutul jawa, owa jawa, surili dan lain-lain. Kawasan TNGHS dan
sekitarnya juga merupakan tempat tinggal beberapa kelompok masyarakat adat,
antara lain masyarakat adat Kasepuhan Banten Kidul dan masyarakat Baduy.
Taman
Nasional Gunung Halimun merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran
rendah, hutan sub-montana dan hutan montana di Jawa. Hampir seluruh hutan di
taman nasional ini berada di dataran pegunungan dengan beberapa sungai dan air
terjun, yang merupakan perlindungan fungsi hidrologis di Kabupaten Bogor,
Lebak, dan Sukabumi.
Beberapa
tumbuhan yang mendominasi hutan di Taman Nasional Gunung Halimun antara lain
rasamala (Altingia excelsa), jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa (Schima
wallichii). Sekitar 75 jenis anggrek t erdapat di taman nasional ini dan
beberapa jenis diantaranya merupakan jenis langka seperti Bulbophylum
binnendykii, B. angustifolium, Cymbidium ensifolium, dan Dendrobium
macrophyllum.
Taman
Nasional Gunung Halimun merupakan habitat dari beberapa satwa mamalia seperti
owa (Hylobates moloch), kancil (Tragulus javanicus javanicus), surili
(Presbytis comata comata), lutung budeng (Trachypithecus auratus auratus),
kijang (Muntiacus muntjak muntjak), macan tutul (Panthera pardus melas), dan
anjing hutan (Cuon alpinus javanicus).
Terdapat
kurang lebih 204 jenis burung dan 90 jenis diantaranya merupakan burung yang
menetap serta 35 jenis merupakan jenis endemik di Jawa termasuk burung elang
Jawa (Spizaetus bartelsi). Selain itu terdapat dua jenis burung yang terancam
punah yaitu burung cica matahari (Crocias albonotatus) dan burung poksai kuda
(Garrulax rufifrons). Burung elang Jawa yang identik dengan lambang negara
Indonesia (burung garuda), cukup banyak dijumpai di Taman Nasional Gunung
Halimun.
Dengan
iklim yang basah, taman nasional ini merupakan sumber mata air dari beberapa
sungai yang alirannya tidak pernah kering sepanjang tahun, dan delapan buah air
terjun yang indah serta potensial untuk kegiatan pariwisata alam/rekreasi.
Masyarakat
di sekitar taman nasional merupakan masyarakat tradisional Kasepuhan.
Masyarakat tersebut memiliki pola kehidupan sangat unik dan kearifan dalam
mengelola kawasan hutan di sekelilingnya selama puluhan tahun.
Taman
Nasional Gunung Halimun merupakan tempat rekreasi/pariwisata alam yang sangat
menarik, karena beragamnya obyek dan daya tarik wisata alam yang dimilikinya.
Keheningan hutan yang terkadang terdengar suara kicauan burung dan satwa
lainnya, merupakan obyek pengamatan hidupan liar yang menarik.
Taman nasional ini memiliki fasilitas canopy trail untuk berjalan dari pohon ke pohon, mengamati kehidupan burung dan satwa liar lainnya yang tinggal di tajuk pohon.
Taman nasional ini memiliki fasilitas canopy trail untuk berjalan dari pohon ke pohon, mengamati kehidupan burung dan satwa liar lainnya yang tinggal di tajuk pohon.
Keindahan
alam dengan kehidupan liar, gemuruh air terjun dan gemericik aliran sungai
kecil yang jernih; kesemuanya merupakan peristiwa alam yang dapat memberi pengalaman
yang mungkin tidak akan terlupakan terutama bagi wisatawan dari kota-kota
besar.
Sejarah kawasan
Wilayah
Gunung Halimun telah ditetapkan menjadi hutan lindung semenjak tahun 1924,
luasnya ketika itu 39.941 ha. Kemudian pada 1935 kawasan hutan ini diubah
statusnya menjadi Cagar Alam Gunung Halimun. Status cagar alam ini bertahan
hingga tahun 1992, ketika kawasan ini ditetapkan menjadi Taman Nasional Gunung
Halimun dengan luas 40.000 ha, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No. 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Februari 1992. Sampai dengan lima tahun
kemudian, taman nasional yang baru ini pengelolaannya 'dititipkan' kepada Taman
Nasional Gunung Gede - Pangrango yang wilayahnya berdekatan. Baru kemudian pada
23 Maret 1997, taman nasional ini memiliki unit pengelolaan yang tersendiri
sebagai Balai Taman Nasional Gunung Halimun.
Pada tahun
2003 atas dasar SK Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003, kawasan hutan BTN
Gunung Halimun diperluas, ditambah dengan kawasan hutan-hutan Gunung Salak,
Gunung Endut dan beberapa bidang hutan lain di sekelilingnya, yang semula
merupakan kawasan hutan di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Sebagian besar
wilayah yang baru ini, termasuk kawasan hutan G. Salak di dalamnya, sebelumnya
berstatus hutan lindung. Namun kekhawatiran atas masa depan hutan-hutan ini,
yangterus mengalami tekanan kegiatan masyarakat dan pembangunan di sekitarnya,
serta harapan berbagai pihak untuk menyelamatkan fungsi dan kekayaan ekologi
wilayah ini, telah mendorong diterbitkannya SK tersebut. Dengan ini, maka kini
namanya berganti menjadi Balai Taman Nasional Gunung Halimun -Salak, dan
luasnya bertambah menjadi 113.357 ha.
Letak dan keadaan fisik
Secara
administratif, kawasan konservasi TN Gunung Halimun - Salak termasuk ke dalam
wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Bogor dan Sukabumi di Jawa Barat, dan
Lebak di Propinsi Banten. Topografi wilayah ini berbukit-bukit dan
bergunung-gunung, pada kisaran ketinggian antara 500-2.211 m dpl.
Puncak-puncaknya di antaranya adalah G. Halimun Utara (1.929 m), G. Ciawitali
(1.530 m), G. Kencana (1.831 m), G. Botol (1.850 m), G. Sanggabuana (1.920 m),
G. Kendeng Selatan (1.680 m), G. Halimun Selatan (1.758 m), G. Endut (timur)
(1.471 m), G. Sumbul (1.926 m), dan G. Salak (puncak 1 dengan ketinggian 2.211
m, dan puncak 2 setinggi 2.180 m).Jajaran puncak gunung ini acapkali diselimuti
kabut (Sd. halimun), maka dinamai demikian.
Wilayah
ini merupakan daerah tangkapan air yang penting di sebelah barat Jawa Barat.
Tercatat lebih dari 115 sungai dan anak sungai yang berhulu di kawasan Taman
Nasional. Tiga sungai besar mengalir ke utara, ke Laut Jawa, yakni Ci Kaniki
dan Ci Durian (yang bergabung dalam DAS Ci Sadane), serta Ci Berang, bagian
dari DAS Ci Ujung. Sementara terdapat 9 daerah aliran sungai penting yang
mengalir ke Samudera Hindia di selatan, termasuk di antaranya Cimandiri
(Citarik, Cicatih), Citepus, Cimaja, dan Cisolok. Sungai-sungai ini mengalir
melintasi wilayah Bogor, Tangerang, Rangkasbitung, Bayah dan Palabuhanratu.
Kawasan TN
Gunung Halimun - Salak memang merupakan daerah yang basah. Curah hujan
tahunannya berkisar antara 4.000-6.000 mm, dengan bulan kering kurang dari 3
bulan di antara Mei hingga September. Iklim ini digolongkan ke dalam tipe A
hingga B menurut klasifikasi curah hujan Schmidt dan Ferguson. Suhu bulanannya
berkisar antara 19,7-31,8 °C, dan kelembaban udara rata-rata 88%.
Keanekaragaman hayati
Kongkang
jeram, Huia masonii; salah satu jenis katak yang ada di G. Halimun
Kekayaan
hayati kawasan taman nasional ini telah lama menarik perhatian para peneliti,
dalam dan luar negeri. Banyak catatan telah dibuat, terutama setelah status
kawasan ditingkatkan menjadi taman nasional, dan banyak pula yang telah
diterbitkan, khususnya semasa masih bernama TN Gunung Halimun. Informasi
berikut ini masih merujuk pada hasil-hasil penelitian di TN Gunung Halimun
tersebut, terkecuali apabila disebutkan lain.
Vegetasi dan flora
Hutan pegunungan
Tutupan
hutan di taman nasional ini dapat digolongkan atas 3 zona vegetasi:
o
Zona perbukitan (colline) hutan dataran
rendah, yang didapati hingga ketinggian 900-1.150 m dpl.
o
Zona hutan pegunungan bawah (submontane
forest), antara 1.050-1.400 m dpl; dan
o
Zona hutan pegunungan atas (montane forest),
di atas elevasi 1.500 m dpl.
Keanekaragamannya
cenderung berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Dua petak coba permanen,
masing-masing seluas 1 ha, di zona submontana ditumbuhi 116 dan 105 spesies
pohon. Sementara satu plot lagi dengan luas yang sama di zona montana didapati
hanya berisi 46 spesies pohon.
Catatan
sementara mendapatkan lebih dari 500 spesies tumbuhan, yang tergolong ke dalam
266 genera dan 93 suku, hidup di kawasan konservasi ini. Hasil ini diduga masih
jauh di bawah angka yang sesungguhnya, mengingat bahwa TN Gede Pangrango yang
berdekatan dan mirip kondisinya, namun luasnya kurang dari sepertujuh TNGHS,
tercatat memiliki 844 spesies tumbuhan berbunga. Apalagi penelitian di atas
belum mencakup wilayah-wilayah yang ditambahkan semenjak 2003.
Penelitian
pada zona perbukitan di wilayah Citorek mendapatkan 91 spesies pohon, dari 70
marga dan 36 suku. Suku yang dominan adalah Fagaceae, yang diwakili oleh 10
spesies dan 144 (dari total 519) individu pohon; diikuti oleh Lauraceae, yang
diwakili oleh 9 spesies dan 26 individu pohon. Jenis-jenis yang memiliki nilai
penting tertinggi, berturut-turut adalah ki riung anak atau ringkasnya ki anak
(Castanopsis acuminatissima), pasang parengpeng (Quercus oidocarpa), puspa
(Schima wallichii), saketi (Eurya acuminata), dan rasamala (Altingia excelsa).
Jenis-jenis tersebut selanjutnya membentuk tiga tipe komunitas hutan yang
terbedakan di lapangan, yakni tipe Castanopsis acuminatissima - Quercus
oidocarpa; Schima wallichii - Castanopsis acuminatissima, dan Schima wallichii
- Eurya acuminata.
Dua plot
permanen yang dibuat pada hutan submontana di ketinggian 1.100 m dpl., yakni
dekat Stasiun Riset Cikaniki dan di gigir utara G. Kendeng, berturut-turut
didominasi oleh rasamala (A. excelsa) dan ki anak (C. acuminatissima).
Sedangkan plot permanen pada hutan montana di bawah puncak G. Botol pada
elevasi 1.700 m dpl, didominasi oleh pasang Quercus lineata. Hutan montana di
atas 1.500 m dpl. umumnya dikuasai oleh jenis-jenis Podocarpaceae, seperti
jamuju (Dacrycarpus imbricatus), ki bima (Podocarpus blumei) dan ki putri (P.
neriifolius).
Di taman
nasional ini juga didapati sekurang-kurangnya 156 spesies anggrek; diyakini
jumlah ini masih jauh di bawah angka sebenarnya apabila dibandingkan dengan
kekayaan anggrek Jawa Barat yangtidak kurang dari 642 spesies.
Fauna
Hutan-hutan
primer dan pelbagai kondisi habitat lainnya menyediakan tempat hidup bagi aneka
jenis margasatwa di TN Gunung Halimun - Salak. Tidak kurang dari 244 spesies
burung, 27 spesies di antaranya adalah jenis endemik Pulau Jawa yang memiliki
daerah sebaran terbatas. Dari antaranya terdapat 23 spesies burung migran.[9]
Wilayah ini juga telah ditetapkan oleh Bird Life, organisasi internasional
pelestari burung, sebagai daerah burung penting (IBA, important bird areas)
dengan nomor ID075 (Gunung Salak) dan ID076 (Gunung Halimun). Wilayah-wilayah
ini terutama penting untuk menyelamatkan jenis-jenis elang jawa (Spizaetus
bartelsi), luntur jawa (Apalharpactes reinwardtii), ciung-mungkal jawa (Cochoa
azurea), celepuk jawa (Otus angelinae), dan gelatik jawa (Padda oryzivora).
Catatan
sementara herpetofauna di taman nasional ini mendapatkan sejumlah 16 spesies
kodok, 12 spesies kadal dan 9 spesies ular. Daftar ini kemudian masing-masing
bertambah dengan 10, 8, dan 10 spesies, berturut-turut untuk jenis-jenis kodok,
kadal, dan ular. Namun, daftar ini belum lagi mencakup jenis-jenis biawak dan
kura-kura yang hidup di sini.
Mamalia
terdaftar sebanyak 61 spesies. Di antaranya termasuk jenis-jenis langka seperti
macan tutul jawa (Panthera pardus melas), owa jawa (Hylobates moloch), surili
(Presbytis aygula), lutung budeng (Trachypithecus auratus), dan juga ajag (Cuon
alpinus).
Ancaman dan tantangan pengelolaan
Dilihat
dari bentuk kawasannya, Taman Nasional Gunung Halimun Salak berbentuk seperti
bintang atau jemari, sehingga batas yang mengelilingi kawasan taman nasional
ini menjadi lebih panjang. Pengelolaan kawasan seperti ini lebih sulit
dibandingkan dengan pengelolaan kawasan yang berbentuk relatif bulat. Apalagi
di dalamnya terdapat beberapa enklave berupa perkebunan, permukiman masyarakat
tradisional serta beberapa aktivitas pertambangan emas, pembangkit energi
listrik panas bumi dan pariwisata. Termasuk pula permukiman-permukiman
masyarakat adat Kasepuhan Banten Kidul.
Banyak
para petani tradisional maupun pendatang sudah tinggal di wilayah ini sebelum
kawasan ini ditetapkan sebagai areal konservasi. Sehingga menjadi tantangan
pengelola, para pihak dan masyarakat lokal dalam mengembangkan model
pengelolaan kawasan TNGHS yang lebih kolaboratif dan berkelanjutan.
Obyek Menarik
o
Curug Cimantaja, Curug Piit, Curug Cipamulaan,
Curug Cihanyawar, Curug Citangkolo. Menjelajahi hutan, pengamatan tumbuhan dan
satwa.
o
Sungai Citarik. Arung jeram.
o
Cikaniki dan Citalahab. Berkemah, atraksi
canopy trail dan pengamatan tumbuhan/satwa.
o
Candi Cibedug. Candi tua berukuran kecil dari
zaman megalitik dapat dilihat 8 km dari Desa Citorek.
o
Gunung Halimun (± 1.929 m. dpl), Gunung
Sanggabuana (± 1.919 m. dpl). Penjelajahan dan pendakian gunung.
o
Obyek wisata lainnya berada di pintu masuk
utama Cipeuteuy berupa Perkebunan Teh Nirmala.
o
Atraksi budaya di sekitar taman nasional
berupa upacara Seren Tahun pada bulan Juli. Upacara tersebut diselenggarakan di
Kasepuhan Banten Kidul dengan pagelaran kesenian tradisional, mulai dari
kesenian yang sudah langka seperti debus, musik angklung besar sampai kesenian
khas Sunda lainnya.
Musim kunjungan terbaik
Bulan Juni
s/d Agustus setiap tahunnya.
Akses Ke Lokasi
Bogor/Sukabumi-Parungkuda-Kabandungan,
50 km (± 1,5 jam), Bogor-Cisangku, 50 km (± 2,5 jam),
Rangkasbitung-Bayah-Ciparay, 186 km (± 6 jam)
Kantor Pengelola
Parung
Kuda PO Box 2, Kabandungan
Sukabumi 43157, Jawa Barat
Telp. (0266) 621256; Fax. (0266) 621257
E-mail: tngh@telkom.net
Sukabumi 43157, Jawa Barat
Telp. (0266) 621256; Fax. (0266) 621257
E-mail: tngh@telkom.net
Referensi
No comments:
Post a Comment