Taman
Nasional Ujung Kulon terletak di Tatar Pasundan bagian paling barat Pulau Jawa,
Indonesia. Kawasan Taman nasional ini juga memasukan wilayah Krakatau dan
beberapa pulau kecil disekitarnya seperti Pulau Handeuleum dan Pulau Peucang.
Taman ini mempunyai luas sekitar 122.956 Ha; (443 km2 di antaranya adalah
laut), yang dimulai dari tanjung Ujung Kulon sampai dengan Samudera Hindia.
Taman
Nasional ini menjadi Taman Nasional pertama yang diresmikan di Indonesia, dan
juga sudah diresmikan sebagai salah satu Warisan Dunia yang dilindungi oleh
UNESCO pada tahun 1991, karena wilayahnya mencakupi hutan lindung yang sangat
luas. Sampai saat ini kurang lebih 50 sampai dengan 60 badak hidup di habitat
ini.
Pada awalnya
Ujung Kulon adalah daerah pertanian pada beberapa masa sampai akhirnya hancur
lebur dan habis seluruh penduduknya ketika Gunung Krakatau meletus pada tanggal
27 Agustus 1883 yang akhirnya mengubahnya kawasan ini kembali menjadi hutan.
Izin untuk
masuk ke Taman Nasional ini dapat diperoleh di Kantor Pusat Taman Nasional di
Kota Labuan atau Tamanjaya. Penginapan dapat diperoleh di Pulau Handeuleum dan
Peucang.
Taman
Nasional Ujung Kulon merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan tropis dataran
rendah yang tersisa dan terluas di Jawa Barat, serta merupakan habitat yang
ideal bagi kelangsungan hidup satwa langka badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan satwa langka lainnya. Terdapat tiga
tipe ekosistem di taman nasional ini yaitu ekosistem perairan laut, ekosistem
rawa, dan ekosistem daratan.
Keanekaragaman
tumbuhan dan satwa di Taman Nasional Ujung Kulon mulai dikenal oleh para
peneliti, pakar botani Belanda dan Inggris sejak tahun 1820.
Taman
Nasional Ujung Kulon merupakan obyek wisata alam yang menarik, dengan keindahan
berbagai bentuk gejala dan keunikan alam berupa sungai-sungai dengan jeramnya,
air terjun, pantai pasir putih, sumber air panas, taman laut dan peninggalan
budaya/sejarah (Arca Ganesha, di Gunung Raksa Pulau Panaitan). Kesemuanya
merupakan pesona alam yang sangat menarik untuk dikunjungi dan sulit ditemukan
di tempat lain.
Jenis-jenis
ikan yang menarik di Taman Nasional Ujung Kulon baik yang hidup di perairan
laut maupun sungai antara lain ikan kupu-kupu, badut, bidadari, singa, kakatua,
glodok dan sumpit. Ikan glodok dan ikan sumpit adalah dua jenis ikan yang
sangat aneh dan unik yaitu ikan glodok memiliki kemampuan memanjat akar pohon
bakau, sedangkan ikan sumpit memiliki kemampuan menyemprot air ke atas
permukaan setinggi lebih dari satu meter untuk menembak memangsanya (serangga
kecil) yang berada di i daun-daun yang rantingnya menjulur di atas permukaan
air.
Masyarakat
yang bermukim di sekitar taman nasional yaitu suku Banten yang terkenal dengan
kesenian debusnya. Masyarakat tersebut pengikut agama Islam, namun mereka masih
mempertahankan kebiasaan-kebiasaan, tradisi, dan kebudayaan nenek moyang
mereka.
Di
dalam taman nasional, ada tempat-tempat yang dikeramatkan bagi kepentingan
kepercayaan spiritual. Tempat yang paling terkenal sebagai tujuan ziarah adalah
gua Sanghiang Sirah, yang terletak di ujung Barat semenanjung Ujung Kulon.
Sejarah dan Status Kawasan
Kawasan
Ujung Kulon pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli Botani Jerman, F.
Junghun pada Tahun 1846, ketika sedang mengumpulkan tumbuhan tropis. Pada masa
itu kekayaan flora dan fauna Ujung Kulon sudah mulai dikenal oleh para
peneliti. Bahkan perjalanan ke Ujung Kulon ini sempat masuk di dalam jurnal
ilimiah beberapa tahun kemudian. Tidak banyak catatan mengenai Ujung Kulon
sampai meletusnya gunung krakatau pada tahun 1883. Namun kemudian kedahsyatan
letusan Krakatau yang menghasilkan gelombang Tsunami setinggi kurang lebih 15
meter, telah memporak-porandakan tidak hanya pemukiman penduduk di Ujung Kulon,
tetapi satwaliar dan vegetasi yang ada. Meskipun letusan Krakatau telah menyapu
bersih kawasan Ujung Kulon, akan tetapi beberapa tahun kemudian diketahui bahwa
ekosistem-vegetasi dan satwaliar di Ujung Kulon tumbuh baik dengan cepat.
Perkembangannya
kemudian, beberapa areal berhutan ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi,
secara berurutan yaitu sebagai berikut:
Tahun 1921
Berdasarkan
rekomendasi dari Perhimpunan The Netherlands Indies Society for The Protectin
of Nature, Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan ditetapkan oleh
Pemerintah Hindia Belanda sebagai Kawasan Suaka Alam melalui SK Pemerintah
Hindia Belanda Nomor: 60 Tanggal 16 Nofember 1921.
Tahun 1937
Besluit
Van Der Gouverneur - General Van Nederlandch - Indie dengan keputusan Nomor: 17
Tanggal 24 Juni 1937 menetapkan status kawasan Suaka Alam tersebut kemudian
diubah menjadi Kawasan Suaka Margasatwa dengan memasukkan Pulau Peucang dan
Pulau Panaitan.
Tahun 1958
Berdasarkan
SK Menteri Pertanian Nomor: 48/Um/1958 Tanggal 17 April 1958 Kawasan Ujung
Kulon berubah status kembali menjadi Kawasan Suaka Alam dengan memasukkan
kawasan perairan laut selebar 500 meter dari batas air laut surut terendah.
Tahun 1967
Melalui SK
Menteri Pertanian Nomor: 16/Kpts/Um/3/1967 Tanggal 16 Maret 1967 Kawasan Gunung
Honje Selatan seluas 10.000 Ha yang bergandengan dengan bagian Timur
Semenanjung Ujung Kulon ditetapkan menjadi Cagar Alam Ujung Kulon.
Tahun 1979
Melalui SK
Menteri Pertanian Nomor: 39/Kpts/Um/1979 Tanggal 11 Januari 1979 Kawasan Gunung
Honje Utara seluas 9.498 Ha dimasukkan ke dalam wilayah Cagar Alam Ujung Kulon.
Tahun 1992
Melalui
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 284/Kpts-I I/1992 Tanggal 26 Februari 1992,
Ujung Kulon ditunjuk sebagai Taman Nasional Ujung Kulon dengan luas total
122.956 Ha terdiri dari kawasan darat 78.619 Ha dan perairan 44.337 Ha.
Dalam hal
penegasan batas-batas hutan negara, perkembangan penataan batasnya adalah
sebagai berikut:
Tahun 1980
Dilaksanakan
Tata Batas di Cagar Alam Gunung Honje, Berita Acara Tata Batas pada Tanggal 26
Maret 1980, dan disyahkan Tanggal 2 Februari 1982 oleh Menteri Pertanian.
Tahun 1995
Dilaksanakan
Rekonstruksi Batas Taman Nasional Ujung Kulon wilayah G. Honje oleh Badan
Planologi Kehutanan. Badan Planologi Kehutanan, Taman Nasional Ujung Kulon
bekerjasama dengan Pemerintah New Zealand melaksanakan pemasangan sebanyak 6 (
enam ) yang terdiri dari 1 ( satu ) unit Rambu suar, dan 5 (lima) unit
pelampung sebagai batas perairan laut.
Tahun 1999
Badan
Planologi Kehutanan melaksanakan pemasangan rambu suar kuning di Tj. Alang -
alang dan pemancangan titik referensi di Tj. Sodong, Tj. Layar, Tj. Alang -
alang, Tj. parat dan Tj. Cina. Badan Planologi Kehutanan melaksanakan
pengukuran batas alam pantai Semenanjung Ujung Kulon. Sesuai SK Menteri
Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 758/Kpts-II/1999 Tanggal 23 September 1999
menetapkan Kawasan Perairan Taman Nasional Ujung Kulon seluas 44.337 Ha sebagai
Kawasan Pelestarian Alam Perairan.
Tahun 2004
Balai
Pemantapan Kawasan Hutan ( BPKH ) Wilayah XI Jawa - Madura melaksanakan
Rekonstruksi Batas Taman Nasional Ujung Kulon di daerah Gunung Honje.
Kawasan
Taman Nasional Ujung Kulon sebagai kawasan yang dilindungi berdasarkan
Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan
Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, telah mendapat pengakuan
sebagai kawasan yang penting dan dibanggakan secara nasional dan internasional,
antara lain:
Tahun 1992
Komisi
Warisan Dunia UNESCO menetapkan Taman Nasional Ujung Kulon sebagai Natural
World Heritage Site (Situs Warisan Alam Dunia) dengan Surat Keputusan Nomor:
SC/Eco/5867.2.409 Tanggal 1 Februari 1992.
Sebagai
Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup (dalam Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional).
Letak dan Luas
Kawasan
Taman nasional Ujung Kulon secara administrative terletak di Kecamatan Sumur
dan Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Banten. Secara geografis Taman
Nasional Ujung Kulon terletak antara (^lQ6°52'17"S 105°02'32"E) dan
(W'06°30'43"S 105°37'37"E).
Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1992 tanggal 26 Februari 1992
tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam Gunung Honje, Cagar Alam Pulau Panaitan,
Cagar Alam Pulau Peucang, dan Cagar alam Ujung Kulon seluas 78.619 Ha dan
Penunjukan perairan laut di sekitarnya seluas 44.337 Ha yangterletak di
Kabupaten Daerah Tingkat II Pandeglang, Propinsi Dati I Jawa Barat menjadi
Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Ujung Kulon maka luas kawasan Taman
Nasional Ujung Kulon adalah 122.956 Ha.
Ekosistem dan tipe ekosistem
Kawasan
Taman Nasional Ujung Kulon memiliki tiga tipe ekosistem yaitu:
Ekosistem
daratan/teresterial, terdiri dari hutan hujan tropika dataran rendah yang
terdapat di wilayah Gunung Honje, Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Peucang dan
Pulau Panaitan.
Ekosistem
perairan laut terdiri dari terumbu karang dan padang lamun yang terdapat di
wilayah perairan Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Handeuleum, Pulau Peucang dan
Pulau Panaitan.
Ekosistem
pesisir pantai terdiri dari hutan pantai yang terdapat di sepanjang pesisir
pantai dan hutan mangrove di bagian timur laut Semenanjung Ujung Kulon.
Ketiga
ekosistem tersebut mempunyai hubungan saling ketergantungan dan membentuk
dinamika proses ekologi yang sangat kompleks di dalam kawasan.
Tipe ekosistem Hutan pantai
Dimulai
dengan formasi pes-caprae yang merupakan vegetasi pioner terdapat di sepanjang
tepi pantai barat dan selatan. Di atas pasir dekat dengan garis pasang
tertinggi antara lain dijumpai Ipomoea pes-caprae (katang-katang), Spinifex
littoreus (jukut kiara), Desmodium umbellatum (kanyere laut) dan Sophora
tomentosa (tarum laut). Di sepanjang pantai selatan di atas bukit pasir
menghadap laut terdapat Pandanus tectorius (pandan duri) membentuk
tegakan-tegakan murni dan Pandanus bidur (pandan bidur) walaupun agak jarang.
Selanjutnya
di lapisan lebih dalam ditemui Lantana camara (cente), Hibiscus tiliaceus
(waru), Thespesia populnea (waru laut), Tournefortia argentea (babakoan). Lebih
turun ke dalam ditemui Drypetes sumatrana (taritih), Laportea stimulans
(pulus). Tepat di belakang bukit pasir yang datar dan lembab ditemui Arenga
obtusifolia (langkap), Corypha utan (gebang) dan jenis palma lainnya.
Kadang-kadang tegakan pandan diganti oleh formasi Barringtonia karena tanahnya
lebih lembab dan terlindung oleh angin.
Formasi
Barringtonia di pantai selatan ditandai oleh adanya Barringtonia asiatica
(butun), Cerbera manghas (bintaro), Terminalia catappa (ketapang), Syzygium
spp. (kopo), Hernandia peltata (kampis cina), Calophyllum inophyllum (nyamplung),
Buchanania arborescens (poh-pohan) dan Pongamia pinnata (malapari). Formasi ini
juga didapati di pantai utara, di atas pasir karang dalam jalur memanjang
sempit dari pantai ke arah dalam sejauh 5-15 m. Di tempat-tempat tertentu yang
terbuka di bagian barat daya di temui Pemphis acidula (cantigi laut) dan
Ardisia humilis (lampeni).
Hutan mangrove
Jenis-jenis
bakau yang paling umum terdapat ialah padi-padi (Lumnitzera racemosa), Api-api
(Avicennia spp.), Bakau-bakau (Rhizophora spp.), bogem (Sonneratia alba) dan
pedada (Bruguiera spp.). Kadang-kadang terdapat Nypa fruticans dan paku laut
(Acrostichum aureum) di muara sungai payau. Hutan mangrove yang luas terdapat
pada jalur yang luas sepanjang sisi utara tanah genting meluas ke arah utara
sepanjang pantai sampai Sungai Cikalong dan Legon Lentah Pulau Panaitan. Di
atas sebelah barat laut Pulau Handeuleum dan kedua pulau kecil di sebelah
selatan dekat Pulau Handeuleum terdapat hutan rawa nipah yang tidak begitu
luas, juga di muara Cijungkulon dan Cigenter di pantai utara Semenanjung Ujung
Kulon.
Hutan rawa airtawar
Hutan ini
dicirikan dengan jenis-jenis lembang (Typha angustifolia), teki (Cyperus spp.),
walingi (Cyperus pilosus), dan lampeni (Ardisia humilis), yang kadang-kadang
membentuk tegakan murni. Pohon yang terdapat di daerah ini antara lain dari
familia Palmae misalnya Salacca edulis (salak) dan Caryota mitis (sayar). Hutan
ini umumnya berbatasan dengan hutan hujan dataran rendah. Hutan rawa musiman
ini terdapat di bagian utara Semenanjung Ujung Kulon dekat dengan Tanjung
Alang-alang, Nyiur, Jamang, dan sungai Cihandeuleum.
Hutan hujan tropika dataran rendah
Tipe hutan
hujan ini menutupi hampir sebagian besar Semenanjung Ujung Kulon, Pulau
Panaitan, Pulau Peucang dan Gunung Honje. Hutan hujan ini ditandai dengan
banyaknya palma dari berbagai spesies terutama Arenga obtusifolia (langkap)
yang sering dijumpai dalam tegakan murni di daerah yang letaknya rendah.
Spesies palem yang lain adalah Oncosperma filamentosa (nibung), Arenga pinnata
(aren), Caryota mitis (sayar), Areca catechu (jambe), Areca pumida (bingbin),
Corypha gebanga (gebang), Licuala spinosa (kaman), Calamus spp. dan Daemonorops
spp. (rotan). Selain itu terdapat spesies Lagerstroemia flos-reginae (bungur),
Ficus spp. (kiara), Diospyros macrophylla (ki calung), Vitex pubescens (laban),
Anthocephalus chinensis (hanja) dan Planchonia valida (putat).
Di daerah
yang relatif terbuka seperti di dataran tinggi Telanca mempunyai sedikit pohon
besar tetapi rapat oleh semak dan tumbuhan sekunder seperti Achasma spp.
(tepus), Nicolaia spp. (honje), Donax cannaeformis (bangban), dan Lantana
camara (cente) yang bercampur dengan berbagai jenis rotan dan kadang-kadang
terdapat Syzygium polyanthum (salam) dan Leea spp. (sulangkar) serta beraneka
ragam spesies liana misalnya Cayratia geniculata (areuy kibarela), Ziziphus
tupula (areuy jinjing kulit), Uncaria sp. (areuy kolebahe) dan Embelia javanica
(areuy kecembeng).
Gunung
Payung mempunyai hutan primer yang rimbun dan lebih mencirikan vegetasi
pegunungan, dengan pohon Dillenia excelsa (ki segel), Pentace polyantha (ki
sigeung), Vitex pubescens (laban) dan lain-lain.
Padang rumput
Di dalam
padang rumput sering ditemui beberapa spesies rumput, di antaranya Cyperus
pilosus, Cyperus compactus, Panicum repens, Panicum colonum, Andropogon sp.,
Isachne meliacea, Imperata cylindrica (lalang) dan Melastoma polyanthum
(harendong).
Flora dan Fauna Flora
Pohon
Kiara termasuk kedalam famili moraceae, merupakan tumbuhan raksasa rimba yang
berbatang besar, tajuknya rapat, daunnya berbentuk lonjong serta pohon yang
dapat mematikan tumbuhan lain dan hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon
Flora di
Taman Nasional Ujung Kulon membentuk berbagai formasi hutan, dimana formasi
hutan ini dicirikan adanya dominasi oleh jenis/spesies tertentu. Ditinjau dari
tipe hutan, flora di kawasan ini terdiri dari hutan pantai, hutan hujan tropika
dataran rendah, hutan hujan tropika pegunungan, hutan rawa air tawar, hutan
mangrove dan padang rumput. Formasi hutan yang cukup lengkap ini mengandung keragaman
plasma nutfah serta spesies tumbuhan berguna dan langka yang sangat tinggi.
Beberapa jenis tumbuhan diketahui langka dan di pulau jawa hanya terdapat di TN
Ujung Kulon antara lain :
Batryohora
geniculata, Cleidion spiciflorum, Heritiera percoriacea, dan Knema globularia.
Banyak pula berbagai jenis tumbuhan yang telah dimanfaatkan masyarakat baik
untuk kayu pertukangan, obat-obatan, tanaman hias maupun pangan. Jenis-jenis
yang telah dimanfaatkan tersebut antara lain bayur (Pterospemum javanicum) dan
berbagai rotan (Calamus sp.) sebagai bahan pertukangan; kayu gaharu (Aquilaria
malaccensis), Kayu cempaka (Michelia campaca) dan kayu jambe (Areca catechu)
sebagai bahan obat-obatan; Anggrek (Dendrobium sp.) sebagai tanaman hias;
tangkil (Gnetum gnemon) dan salak (Salacca edulis) sebagai bahan pangan.
Hutan
pantai umumnya dicirikan oleh adanya jenis-jenis nyamplung (Calophyllum
innophyllum), butun (Barringtonia asiatica), Klampis Cina (Hemandia peltata),
ketapang (Terminalia catappa), cingkil (Pongamia pinnata) dan lain-lain.
Formasi hutan pantai ini umumnya dikenal sebagai formasi barringtonia dengan
spesies yang kurang beranekaragam dan nyamplung merupakan jenis yang lebih khas
tipenya. Formasi ini terdapat sepanjang pantai Barat dan Timur Laut Semenanjung
Ujung Kulon, Pulau Peucang, sepanjang pantai Utara dan teluk Kasuaris Pulau
Panaitan. Umumnya formasi ini hidup di atas pasir karang dalam jalur sempit
memanjang sepanjang pantai dengan lebar 5 sampai 15 meter.
Fauna
Badak
Jawa, Hewan khas dari Taman Nasional Ujung Kulon dan termaksud hewan yang
dilindungi di tempat ini
Taman
Nasional Ujung Kulon memiliki beragam jenis satwa liar baik bersifat endemik
maupun penting untuk dilindungi. Secara umum kawasan ini masih mampu menampung
perkembangbiakan berbagai populasi satwa liar. Beberapa jenis satwa endemik
penting dan merupakan jenis langka yang sangat perlu dilindungi adalah Badak
Jawa (Rhinoceros sondaicus), Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis
aigula) dan Anjing hutan (Cuon alpinus javanicus).
Semenanjung
Ujung Kulon pada saat ini merupakan habitat terpenting dari Badak Jawa, yang
populasinya diperkirakan ada 50-60 ekor, serta merupakan satu-satunya tempat di
dunia dimana secara alami Badak Jawa mampu berkembang biak pada dekade terakhir
ini. Di taman nasional ini diperkirakan ada sekitar 30 jenis mamalia, yang
terdiri dari mamalia ungulata seperti Badak, Banteng, Rusa, Kijang, Kancil, dan
Babi Hutan, mamalia predator seperti Macan Tutul, Anjing Hutan, Macan Dahan,
Luwak dan Kucing Hutan, mamalia kecil seperti walang kopo, tando, landak,
bajingtanah, kalong, bintarung, berang-berang, tikus, trenggiling dan jelarang.
Di antaraPrimata terdapat dua jenis endemik, yaitu Owa dan Surili. Sedang jenis
Primata lain adalah Lutung (Presbytis cristata), Kukang (Nycticebus coucang)
dan Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) mempunyai populasi yang cukup baik
dan tersebar di sebagian kawasan.
Banteng
(Bos javanicus) merupakan binatang berkuku terbesar dan terbanyak jumlah
populasinya (± 500 ekor). Satwa ini hanya terdapat di Semenanjung Ujung Kulon
dan Gunung Honje, serta tidak dijumpai di Pulau Panaitan. Rusa (Cervus
timorensis) di Semenanjung Ujung Kulon dan Gunung Honje terdapat dalam jumlah
dan penyebaran yang sangat terbatas,dan di Pulau Peucang tedapat dalam jumlah
yang sangat banyak, dan di Pulau Panaitan menunjukan perkembangan yang semakin
banyak. Babi hutan (Sus scrofa), muncak (Muntiacus muntjak) dan pelanduk
(Tragulus javanicus) relatif umum terdapat di seluruh kawasan, tetapi celeng
(Sus verrucosus) hanya di jumpai di Semenanjung Ujung Kulon dan Gunung Honje.
Jumlah Fauna
Terdapat
35 jenis mamalia
Terdapat 5
jenis Primata
Terdapat
240 jenis Burung
Terdapat
59 jenis Reptilia
Terdapat
22 jenis Amphibia
Terdapat
72 jenis Insecta
Terdapat
142 jenis Pisces
Terdapat
33 jenis Terumbu Karang
Pulau-Pulau di Taman Nasional Ujung Kulon
Di Taman
Nasional Ujung Kulon juga terdapat berbagai jenis Pulau yang tepat untuk
Konservasi dan juga Pariwisata, di antaranya ;
Pulau Panaitan
Pulau
Panaitan adalah sebuah pulau yangterletak paling barat di Ujung Semenanjung
Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon yang dipisahkan oleh sebuah selat sempit.
Pulau Panaitan merupakan pulau yang tidak kalah menariknya dengan Pulau
Peucang. Pulau dengan luas ± 17.000 Ha ini memiliki berbagai potensi obyek
wisata alam yang sangat menarik untuk dikunjungi.
Perbukitan
Pulau Panaitan terbentuk oleh hutan yang masih asli dengan kombinasi vegetasi
Hutan Mangrove, Hutan Pantai dan Hutan Hujan dataran rendah. Keadaan hutannya
yang masih asli ini dihuni oleh berbagai jenis satwa liar seperti rusa, kancil,
babi hutan, kera ekor panjang, buaya, kadal, ular phyton, dan aneka jenis
burung.
Di Pulau
Panaitan ini juga terdapat Arca Ganesha beserta benda-benda peninggalan sejarah
lainnya yang mempunyai nilai historis sangat tinggi dan merupakan peninggalan
zaman hindu kuno, tepatnya di Puncak Gunung Raksa. Kawasan pantai berb
atu dan
berpasir putih dengan terumbu karang yang indah di dalamnya sangat baik untuk kegiatan
wisata alam bahari seprti menyelam dan snorkeling. Riak ombak di lautnya cukup
tinggi sehingga cocok untuk berselancar.
Pada
beberapa bagian kawasan daratan pulau ini sudah tersedia jalan setapak untuk
mengakomodasikan kegiatan tersebut di atas, namun belum dilengkapi dengan
sarana/fasilitas pendukung wisata lainnya terutama layanan akomodasi yang
memadai bagi wisatawan.
Pulau Handeleum Pulau Handeleum
Pulau
Handeuleum terletak di antara gugusan pulau-pulau kecil yang berada di ujung
timur laut pantai Semenanjung Ujung Kulon. Luas Pulau Handeuleum ± 220 Ha. Di
Pulau ini terdapat satwa rusa (Rusa timorensis), dan ular phyton. Pulau ini
dikelilingi oleh hutan mangrove.
Pesona
yang bisa dinikmati di Pulau ini adalah daerah Cigenter, Padang Penggembalaan
Cigenter, dan Cikabeumbeum yang jika ditempuh bisa menghabiskan waktu selama 2
(dua) hari. Untuk melewati daerah tersebut diperlukan perahu/kano karena akan
menyusuri sungai.
Hal
menarik lainnya yang bisa dilakukan di pulau ini adalah bersampan/canoing menyusuri
Sungai Cigenter sambil melihat tipe hutan hujan tropis sepanjang sungai. Pada
bagian hulu sungai terdapat rute jalan setapak yang melintasi tumbuhan bamboo
menuju airterjun yang bertingkat.
Pulau Peucang
Pulau Peucang
merupakan lokasi yang paling ramai dikunjungi oleh para pengunjung baik dalam
maupun luar negeri. Pulau dengan luas kawasan ± 450 ha ini dilengkapi dengan
sarana dan prasarana serta berbagai obyek wisata alam yang dapat dikunjungi
oleh Wisatawan. Fasilitas yang ada di Pulau Peucang antara lain Penginapan,
Pusat Informasi, Dermaga, dan lain sebagainya.
Pantai di
Pulau Peucang memiliki karakteristik yang khas yaitu pasir putih dan hamparan
yang luas. Obyek wisata alam yang dapat dinikmati di pulau ini antara lain
Tracking ke Karang Copong, Berenang, Snorkeling dan Menyelam. Wildlife viewing
dapat dinikmati dengan menyeberang ke Padang Penggembalaan Cidaon yang memakan
waktu ± 15 menit dengan menggunakan boat kecil yang berkapasitas 6 (enam)
orang. Di Cidaon ini kita dapat mengamati atraksi satwa seperti Banteng, Merak,
Rusa, dan Babi Hutan. Selain itu kita juga dapat melihat situs sejarah
peninggalan kolonial Belanda berupa MercusuarTanjung Layar dan bekas
pembangunan Dermaga di Tanjung Layar dan Cibom.
Semenanjung Ujung Kulon
Wilayah
Semenanjung Ujung Kulon merupakan habitat Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus),
sehingga dalam pengelolaan wisata alam untuk lokasi ini sangat terbatas sekali.
Hal ini dikarenakan agar tidak mengganggu habitat Badak Jawa. Luas wilayah
Semenanjung Ujung Kulon ini ± 38.000 Ha. Kegiatan wisata alam yang dapat di
lakukan di lokasi ini antara lain Trekking, Berkemah dan Wildlife Viewing.
Di
Semenanjung Ujung Kulon terdapat jalur tetap yang dapat digunakan untuk
Trekking. Fasilitas lainnya adalah Pos Jaga yang terdapat dibeberapa titik
seperti Karang Ranjang, Cibunar, dan Cidaon. Selain trekking, kegiatan wisata
lainnya yang dapat dilakukan adalah Wildlife Viewing di Padang penggembalaan
Cidaon dan Cigenter, berkemah di Tanjung Layar, dan wisata budaya di Goa Sang
Hyang Sirah.
Gunung Honje
Gunung
honje merupakan salah satu wilayah Taman Nasional Ujung Kulon. Luas wilayah
Gunung Honje ± 19.500 Ha dan disekitarnya dikelilingi oleh 19 (sembilan belas)
desa penyangga baik yang berbatasan langsung maupun tidak langsung. Salah satu
desa yang menjadi pintu gerbang masuk ke Taman Nasional Ujung Kulon adalah Desa
Tamanjaya.
Obyek
wisata menarik yang terdapat diseputar Tamanjaya antara lain Desa Nelayan
Cibanua, Curug cipaniis, sumber air panas Cibiuk, dan wildlife viewing owa jawa
di Curug Cikacang. Akomodasi yang terdapat di Tamanjaya antara lain Penginapan
Sundajaya, penyewaan perahu/kapal, perkumpulan pemandu wisata/guide local, dan
pusat pembuatan souvenir patung badak.
Obyek
Menarik
- Tamanjaya dan Cibiuk. Pintu masuk utama dengan fasilitas, pusat informasi, wisma tamu, dermaga, sumber air panas.
- Pantai Kalejetan, Karang Ranjang, Cibandawoh. Fenomena gelombang laut selatan dan pantai berpasir tebal, pengamatan tumbuhan dan satwa.
- Pulau Peucang. Pantai pasir putih, terumbu karang, perairan laut yang biru jernih yang sangat ideal untuk kegiatan berenang, menyelam, memancing, snorkeling dan tempat ideal bagi pengamatan satwa satwa rusa di habitat alamnya.
- Karang Copong, Citerjun, Cidaon, Ciujungkulon, Cibunar, Tanjung Layar, dan Ciramea. Menjelajahi hutan, menyelusuri sungai, padang pengembalaan satwa, air terjun dan tempat peneluran penyu.
- Pulau Handeuleum, Cigenter, Cihandeuleum. Pengamatan satwa (banteng, babi hutan, rusa, jejak-jejak badak Jawa dan berbagai macam jenis burung), menyelusuri sungai di ekosistem hutan mangrove.
- Pulau Panaitan, dan Gunung Raksa. Menyelam, berselancar, dan wisata budaya/ sejarah.
Musim
kunjungan terbaik
bulan April s/d September.
Akses
Ke Lokasi
Jakarta - Serang (1 1/2 jam via jalan Tol), Serang - Pandeglang - Labuan (1 1/2 jam) atau Jakarta - Cilegon (2 jam via jalan Tol), Cilegon - Labuan (1 jam) atau Bogor - Rangkasbitung - Pandeglang - Labuan (4 jam).
Labuan - Sumur (2 jam), Sumur - Pulau Peucang (1 jam dengan kapal motor nelayan) atau Labuan - Pulau Peucang (4 jam dengan kapal motor nelayan).
Jakarta - Serang (1 1/2 jam via jalan Tol), Serang - Pandeglang - Labuan (1 1/2 jam) atau Jakarta - Cilegon (2 jam via jalan Tol), Cilegon - Labuan (1 jam) atau Bogor - Rangkasbitung - Pandeglang - Labuan (4 jam).
Labuan - Sumur (2 jam), Sumur - Pulau Peucang (1 jam dengan kapal motor nelayan) atau Labuan - Pulau Peucang (4 jam dengan kapal motor nelayan).
Kantor
Pengelola
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 51, Labuan, Pandeglang
42264
Telp. (0253) 801731; Fax. (0253) 804651
E-mail : btnuk@cilegon.wasantara.net.id
Telp. (0253) 801731; Fax. (0253) 804651
E-mail : btnuk@cilegon.wasantara.net.id
Referensi
No comments:
Post a Comment